Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Pesan Yang Tak Tersampaikan, Part 3

Belum sempat aku menjawab, suster menyuruh Vina keluar dari ruangan karena lukaku akan di bersihkan. Aku  berpikir dan berusaha memahami apa yang terjadi. Aku ingat, Prabu memukulku. Dia memintaku menjauhi Tian. Tapi aku tak mengerti dari siapa dia bisa tahu bahwa yang mengirim e-mail itu aku? Aku berusaha berpikir. Lalu aku ingat. Vina.
“Raka, aku dengar yang memukulmu itu Prabu ya? Aku sudah pernah bilang jangan suka Tian lagi. Jadinya begini kan.” Ucap Vina ketika memasuki ruangan.
“Apa aku salah kalau aku suka Tian? Vina, kita ini sahabat dari kecil. Kamu bilang akan selalu mendukungku? Tapi kenapa sekarang begini?” Tanyaku sambil menahan emosi.
“Aku sudah bilang Ka, dia bukan anak yang baik buat kamu!” Ucap Vina membentak.
“Aku tahu, tapi bukan begini! Kamu kan yang bilang ke Prabu?! Karena kamu kan Prabu marah ke aku?! Aku pikir kita sahabat Vin!” Bentakku lebih keras lagi.
“Maaf, aku tidak pernah mau melihatmu terluka Ka. Raka, kamu tidak pernah sekasar ini.” Kata Vina terbata-bata di antara isakan tangisnya yang semakin kencang.
“Kamu kelewatan Vin! Keluar dari sini sekarang!” Ucapku. Kemudian Vina berdiri dan berjalan menuju pintu.
“Tunggu!” Panggilku. Aku menulis harapanku di atas kertas berbentuk hati berwarna biru. “Ini harapanku!” Tanganku mengulur menyerahkan pada Vina. Vina berbalik dan berjalan mengambil kertas itu.
“Baca sekarang.” Perintahku.
“Tapi Ka.” Ucapnya sambil memandangku dengan tatapan memelas.
“Aku tidak peduli dengan aturan itu. Baca sekarang!” Perintahku lagi.
“Pergi.. Dan ja..ngan per..nah kembali. Ki..ki..ta bukan sahabat lagi.” Vina membaca sambil berurai air mata. Dia menatapku dengan tatapan menyedihkan. Aku membuang muka. Kemudian dia berlari keluar.

Seminggu aku opname di rumah sakit karena luka yang cukup serius di kepalaku. Hari ini aku kembali masuk sekolah. Aku masih sering memperhatikan Titian. Namun Prabu selalu ada di sampingnya. Mengawasiku dan terkadang menatapku dengan tatapan ingin membunuh.
“Hai Ka. Sudah sehat rupanya.” Sapa Andre.
“Sudah cukup membaik.” Jawabku.
“Nanti futsal yuk?” Ajak Andre. Sejenak aku berpikir akan menolaknya karena harus mengantar Vina pulang. Lalu beberapa detik kemudian aku ingat, aku dan Vina bukan lagi sahabat.
“Ayo.” Jawabku.
Pukul 21.30 aku baru akan pulang. Aku melihat layar HPku. Sebuah pesan dari Vina sekitar sejam yang lalu. Aku membukanya. ‘Mama mencarimu, cepat pulang beliau khawatir’. Lalu aku menghapusnya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar