Rintik-rintik air hujan mulai turun membasahi bumi.
Sedikit demi sedikit dan selalu seperti itu. Aku memperhatikan setiap tetes
airnya dari kaca bening jendela kamarku. Seiring basahnya tanah dan
tumbuh-tumbuhan, perasaanku pun berubah beserta turunnya hujan.
Aku
Fella dan ini cerita tentang aku dan hujan. Aku selalu menyukai hujan. Setiap
tetes airnya, hingga basahnya dedaunan karena hujan. Bagiku, saat ketika hujan
adalah saat yang menyenangkan. Hujan membawa kedamaian dan hujan membawaku pada
ingatanku tentang masa lalu. Kenangan yang hampir terlupakan.
Sejak tiga hari yang
lalu, aku menghentikan semua aktivitasku dan memilih berdiam diri di kamar
memandang keluar jendela memperhatikan hujan. Untuk pertama kalinya aku
membenci hujan. Air mataku mulai menetes. Hujan membuat aku kehilangan.
“Fella keluar nak.
Seharian ini kamu belum makan.” Ucap Ibu sambil mengetuk pintu kamarku.
Aku berjalan lemas
keluar kamar. Ku buka pintu kamarku dan ku lihat ibu memandangku dengan tatapan
menyedihkan. Aku tak peduli dan terus berjalan menuju meja makan. Duduk terdiam
sambil menunduk memandangi hidangan di hadapanku.
“Apa yang sudah pergi
tidak akan kembali sayang. Hidup akan terus berjalan dengan atau tanpanya.”
Kata ibu lirih.
Mataku berkaca-kaca. Ku
lihat ibu dengan pandangan menerawang. Ku alihkan pandanganku ke arah jendela.
Rintik hujan masih turun. Ia membawaku kembali pada ingatanku dua bulan yang
lalu.
“Pagi sayang.” Ucap
Alan mencium keningku.
“Selamat pagi.” Jawabku
tersenyum.
“Kamu sibuk hari ini?”
Tanya Alan dengan senyumnya yang menawan.
“Mmmm. Tidak tapi aku
ada meeting jam satu nanti kenapa?”
“Nanti malam
berdandanlah yang cantik. Aku jemput pukul delapan.” Ucap Alan sambil berjalan
pergi meninggalkanku yang sedang kebingungan.
Alan selalu seperti
itu. Memiliki cara untuk membuat aku penasaran dan terkesima. Sudah hampir dua
tahun kami bersama namun sampai detik ini aku belum bisa menebak jalan pikiran
Alan. Bagiku Alan lebih rumit daripada trigonometri dan logaritma.
Pukul delapan tepat aku
melihat sebuah mobil berhenti di depan rumahku. Alan membunyikan klakson
pertanda aku harus segera menuju ke bawah. Alan sangat tidak suka menunggu. Aku
berpamitan sambil berlari keluar.
“Untung kamu tepat
waktu. Sepertinya hujan akan turun.” Jelas Alan.
Kami terdiam sepanjang
jalan. Aku tidak tahu kemana Alan akan membawaku. Aku memandang diriku dari
kaca mobil yang berembun karena hujan. Refleksi dari diriku terlihat sangat
anggun dengan gaun merah marun dan rambut panjang bergelombang. Sayang Alan tak
menyadarinya.
Mobil Alan berhenti di
depan sebuah restaurant tempat Alan menyatakan cinta padaku. Turun dari mobil
Alan menggandengku. Kami seperti pasangan raja dan ratu.
“You’re my beautiful
queen as always. You look very beautiful tonight, dear.” Ucap Alan membuatku
tersipu malu.
Sepanjang malam Alan
dan aku saling bergurau. Kami tertawa dan bercerita. Malam ini rasanya seperti
milik kami berdua. Hingga Alan meninggalkanku untuk pergi ke kamar mandi. Aku
sendirian memandangi hujan dari kaca restaurant. Tiba-tiba lampu restaurant
padam dan membuat aku berteriak kencang. Aku menutup wajahku dengan telapak
tangan. Aku benci kegelapan.
“Happy second
anniversary, dear.” Bisikan lirih tepat di telingaku.
Perlahan ku singkirkan
tangan ku dan membuka mata. Alan berdiri di sebelah seorang pelayan yang sedang
membawa kue tart. Dari belakang Alan tampak lampu bercahaya di tembok resturan
berbentuk namaku. Aku terharu dan menangis. Tanpa aku sadari semua yang ada di
restaurant ini adalah kerabat Alan dan aku. Aku mati kata.
“Fella. Di bawah hujan,
di antara kegelapan dan di kelilingi orang-orang terdekat kita aku ingin
bertanya padamu. Will you marry me?” Alan berlutut di hadapanku menyodorkan
sebuah cincin berlian.
Alan melamarku di
antara kegelapan. Alan menciptakan kenangan di bawah rintik air hujan. Malam
itu adalah malam yang tak terlupakan di bawah hujan pertama kami.






0 komentar:
Posting Komentar