Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kamu hujanku, 1

             Rintik-rintik air hujan mulai turun membasahi bumi. Sedikit demi sedikit dan selalu seperti itu. Aku memperhatikan setiap tetes airnya dari kaca bening jendela kamarku. Seiring basahnya tanah dan tumbuh-tumbuhan, perasaanku pun berubah beserta turunnya hujan.
            Aku Fella dan ini cerita tentang aku dan hujan. Aku selalu menyukai hujan. Setiap tetes airnya, hingga basahnya dedaunan karena hujan. Bagiku, saat ketika hujan adalah saat yang menyenangkan. Hujan membawa kedamaian dan hujan membawaku pada ingatanku tentang masa lalu. Kenangan yang hampir terlupakan.

Sejak tiga hari yang lalu, aku menghentikan semua aktivitasku dan memilih berdiam diri di kamar memandang keluar jendela memperhatikan hujan. Untuk pertama kalinya aku membenci hujan. Air mataku mulai menetes. Hujan membuat aku kehilangan.
“Fella keluar nak. Seharian ini kamu belum makan.” Ucap Ibu sambil mengetuk pintu kamarku.
Aku berjalan lemas keluar kamar. Ku buka pintu kamarku dan ku lihat ibu memandangku dengan tatapan menyedihkan. Aku tak peduli dan terus berjalan menuju meja makan. Duduk terdiam sambil menunduk memandangi hidangan di hadapanku.
“Apa yang sudah pergi tidak akan kembali sayang. Hidup akan terus berjalan dengan atau tanpanya.” Kata ibu lirih.
Mataku berkaca-kaca. Ku lihat ibu dengan pandangan menerawang. Ku alihkan pandanganku ke arah jendela. Rintik hujan masih turun. Ia membawaku kembali pada ingatanku dua bulan yang lalu.
“Pagi sayang.” Ucap Alan mencium keningku.
“Selamat pagi.” Jawabku tersenyum.
“Kamu sibuk hari ini?” Tanya Alan dengan senyumnya yang menawan.
“Mmmm. Tidak tapi aku ada meeting jam satu nanti kenapa?”
“Nanti malam berdandanlah yang cantik. Aku jemput pukul delapan.” Ucap Alan sambil berjalan pergi meninggalkanku yang sedang kebingungan.
Alan selalu seperti itu. Memiliki cara untuk membuat aku penasaran dan terkesima. Sudah hampir dua tahun kami bersama namun sampai detik ini aku belum bisa menebak jalan pikiran Alan. Bagiku Alan lebih rumit daripada trigonometri dan logaritma.
Pukul delapan tepat aku melihat sebuah mobil berhenti di depan rumahku. Alan membunyikan klakson pertanda aku harus segera menuju ke bawah. Alan sangat tidak suka menunggu. Aku berpamitan sambil berlari keluar.
“Untung kamu tepat waktu. Sepertinya hujan akan turun.” Jelas Alan.
Kami terdiam sepanjang jalan. Aku tidak tahu kemana Alan akan membawaku. Aku memandang diriku dari kaca mobil yang berembun karena hujan. Refleksi dari diriku terlihat sangat anggun dengan gaun merah marun dan rambut panjang bergelombang. Sayang Alan tak menyadarinya.
Mobil Alan berhenti di depan sebuah restaurant tempat Alan menyatakan cinta padaku. Turun dari mobil Alan menggandengku. Kami seperti pasangan raja dan ratu.
“You’re my beautiful queen as always. You look very beautiful tonight, dear.” Ucap Alan membuatku tersipu malu.
Sepanjang malam Alan dan aku saling bergurau. Kami tertawa dan bercerita. Malam ini rasanya seperti milik kami berdua. Hingga Alan meninggalkanku untuk pergi ke kamar mandi. Aku sendirian memandangi hujan dari kaca restaurant. Tiba-tiba lampu restaurant padam dan membuat aku berteriak kencang. Aku menutup wajahku dengan telapak tangan. Aku benci kegelapan.
“Happy second anniversary, dear.” Bisikan lirih tepat di telingaku.
Perlahan ku singkirkan tangan ku dan membuka mata. Alan berdiri di sebelah seorang pelayan yang sedang membawa kue tart. Dari belakang Alan tampak lampu bercahaya di tembok resturan berbentuk namaku. Aku terharu dan menangis. Tanpa aku sadari semua yang ada di restaurant ini adalah kerabat Alan dan aku. Aku mati kata.
“Fella. Di bawah hujan, di antara kegelapan dan di kelilingi orang-orang terdekat kita aku ingin bertanya padamu. Will you marry me?” Alan berlutut di hadapanku menyodorkan sebuah cincin berlian.
Alan melamarku di antara kegelapan. Alan menciptakan kenangan di bawah rintik air hujan. Malam itu adalah malam yang tak terlupakan di bawah hujan pertama kami.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar