“Bonekaku…” Ucap seorang anak perempuan berbaju merah marun sambil menangis. Kemudian aku melihat seorang anak laki-laki yang membantunya merebut boneka dari genggaman anak gendut yang sengaja membuat si merah marun menangis. “Ini bonekamu, jangan menangis lagi.” Ucap anak laki-laki itu sambil memberikan boneka dan mengusap kepala si merah marun. Ajaib, anak perempuan itu berhenti menangis dan tersenyum. Krrinnngggg.
Alarmku berbunyi. Lagi-lagi aku memimpikan masa kecilku dengan Vina.
“Pagi
Ka.” Sapa Andre ketika aku sampai di parkiran.
“Pagi
Ndre.” Jawabku.
“Pagi
Andre.” Ucapnya sambil tersenyum, aku melihat senyumnya kemudian membalasnya.
Tapi dia tidak menatap ke arahku.
“Kamu
bertengkar sama Vina? Kenapa dia tidak menyapamu?” Tanya Andre. Aku hanya diam.
Sudah
tiga bulan semenjak aku membentaknya, aku dan Vina masih tidak saling sapa. Tak
bisa ku pungkiri, ada sesuatu yang membuat aku rindu padanya. Aku selalu merasa
sakit hati karena setiap bertemu denganku dan
Andre, dia hanya menyapa Andre. Dengan senyum
khas darinya.
“Kamu
pulang sama siapa Tian?” Suara seseorang dari parkiran motor terdengar tak
asing bagiku.
“Nggak
tahu Ndre. Aku bisa pulang sama kamu nggak?” Tanya seorang wanita. Tian tepatnya,
berbicara dengan Andre.
“Dengan
senang hati sayang.” Ucap Andre.
Aku
berdiri menatap ke asal suara dari dalam kelas tempat aku rapat dengan anggota
basket yang lain. Aku terkejut melihat Andre melingkarkan tanganya ke bahu
Tian. Aku tak menyangka atas apa yang baru saja aku lihat. Padahal tadi pagi,
masih ku lihat Tian dan Prabu bergandengan.
Aku
segera memacu motorku menuju rumah. Ku lemparkan tasku ke atas tempat tidur
lalu berbaring di atasnya. Tiba-tiba sesuatu terjatuh dari tasku. Handphoneku.
Dengan fotoku dan seorang wanita yang sedang tersenyum sebagai wallpapernya.
“Raka,
sini foto sama aku..” Ucapnya kegirangan. Tanpa aba-aba dia mendekatkan
wajahnya ke wajahku dan mengambil gambar.
“Lucu
sekali Ka.” Ucapnya memandang HPku dengan tawa yang memancar di wajahnya.
Aku
mengingat hari dimana Vina mengambil gambar kami pada hari itu. Itu foto
pertama kami berdua sekaligus foto pertamaku dengan seorang wanita. Saat itu
aku hanya memandangi dirinya yang sibuk mengotak-atik HPku. Entah kenapa aku
selalu merasa nyaman berada di sampingnya. Senyumnya selalu bisa membuat aku
tersenyum. Aku merindukannya.
“Pesan
Vina.” Ujarku. Aku teringat akan pesan Vina yang belum aku baca. Aku mencarinya
dan ku temukan kertas-kertas berbentuk
hati itu masih tersimpan rapi di dalam tasku.
Aku mulai membacanya.
0 komentar:
Posting Komentar